Blogger Saminad: Bangsa Di Asia Kalah Kreatif
LOADING...

Sunday 28 December 2014

Bangsa Di Asia Kalah Kreatif

Kebanyakan bangsa di Asia cenderung mengrukur kesuksesan dengan mempunyai banyak materi. Seperti rumah yang megah, banyak mobil, uang dan harta yang lainnya. Akibatnya, mayoritas bangsa di Asia memiliki kreatifitas yang kalah populer oleh profesi dokter, direktur, lawyer, dan sejenisnya yang dianggap bisa lebih cepat  menjadikan seseorang untuk memiliki kekayaan yang melimpah.


Seperti yang dilansir "Why Asians Are Less Creative Than Westerners" oleh Prof. Ng Aik Kwang  tahun 2001 dari "University of Queensland".

Mereka lebih menghargai dengan banyaknya kekayaan yang dimiliki dari pada menghargai bagaimana "CARANYA" untuk memperoleh kekayaan tersebut. Tidak heran bila lebih banyak orang menyukai novel, sinetron atau film yang bertema orang miskin jadi kaya mendadak karena beruntung menemukan harta karun, atau dijadikan istri oleh pangeran dan sejenis itu. Dan tak heran pula, bila perilaku koruptif pun ditolerir / diterima sebagai sesuatu yg wajar.

Dalam bidan pendidikan bangsa di Asia, identik dengan hafalan berbasis "kunci jawaban" bukan pada pengertian. Ketika Ujian Nasional, tes masuk PT dll, semua berbasis hafalan. Sampai tingkat sarjana, mahasiswa diharuskan hafal dengan rumus-rumus ilmu pasti dan ilmu hitung lainnya bukan diarahkan untuk memahami kapan dan bagaimana menggunakan rumus rumus tersebut.

Karena berbasis hafalan, murid2 di sekolah di Asia dijejali sebanyak mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi "Jack of all trades, but master of none" (tahu sedikit sedikit tentang banyak hal tapi tidak menguasai apapun). Banyak pelajar Asia bisa jadi juara dalam Olympiade Fisika, dan Matematika. Tapi hampir tidak pernah ada orang Asia yang menang Nobel atau hadiah internasional lainnya yg berbasis inovasi dan kreativitas.

Sebab, rasa takut salah (KIASI) dan rasa takut kalah (KIASU) yang dapat mengakibatkan sifat eksploratif pada kepribadian sebagai upaya untuk memenuhi rasa penasaran dan rasa keberanian untuk mengambil resiko kurang dihargai.

Kebanyakan orang bangsa Asia, bertanya artinya bodoh. Maka rasa penasaran dan keberanian tidak mendapat tempat dalam proses pendidikan di sekolah dan itu fakta seperti di bangsa kita ini.

Karena takut salah dan takut dianggap bodoh, di dalam sekolah atau seminar atau juga workshop, peserta jarang mau bertanya tetapi setelah sesi berakhir peserta mengerumuni guru / narasumber untuk minta penjelasan tambahan.

--- BERSAMBUNG ---

0 komentar:

Post a Comment